Bangunlah Dari Mimpi ! (1)
Lihat Postingan di Facebook
“Manusia di dunia ini sesungguhnya sedang tidur. Manakala mati, mereka bangun”
Sayyidina Ali bin Abi Thalib Kw.
Tuhan memberikan akal kepada manusia agar manusia mampu berfikir secara
baik tentang alam dan ciptaan Tuhan sehingga bisa memberikan manfaat
kepada manusia. Dengan akal manusia bisa membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk. Akal manusia dengan kemampuan yang begitu luar biasa
mampu menyerap dan mengolah informasi sehingga menghasilkan hal-hal yang
luar biasa.
Walaupun mempunyai kemampuan yang hampir tak
terbatas, akal manusia diberi batasan oleh Tuhan, hanya mampu memikirkan
hal-hal selain Tuhan. Ketika berhubungan dengan Dzat Tuhan, maka akal
akan mengalami kebuntuan, akal tidak mampu membahas apapun tentang dzat
Tuhan, mengapa?
Tuhan menciptakan manusia terdiri dari 2 unsur
yaitu jasmani dan rohani. Akal termasuk ke dalam unsur jasmani yang
melekat dengan tubuh manusia. Akal hanya bisa bekerja ketika manusia
sadar dan normal, ketika manusia tidak sadar maka akal tidak berfungsi
sama sekali. Sebagai contoh sederhana, dalam keadaan tidur, manusia
bodoh dengan professor sama-sama tidak sadar, tidak akan mampu menjawab
pertanyaan apapun walaupun pertanyaan itu sangat sederhana. Orang bodoh
dan professor dalam keadaan tidur ketika ditanya, “Berapa 1 +1”,
keduanya tidak bisa menjawab.
Kalau dalam keadaan tidur saja
tidak bisa menjawab pertanyaan sederhana, bagaimana mungkin akan bisa
menjawab pertanyaan setelah mengalami kematian. Ketika masuk ke dalam
kubur dan datang malaikat menanyakan, “Siapa Tuhanmu?” bagaimana mungkin
dia bisa menjawabnya kalau hanya mengandalkan akal.
Akal sekali
lagi mempunyai dimensi terbatas, itulah sebabnya Tuhan melarang manusia
memikirkan dzat Tuhan karena memang akal tidak akan mampu memikirkannya.
Akal berada dalam dimensi dunia sedangkan Dzat Tuhan berada dalam
dimensi tak terhingga. Akal termasuk baharu sedangkan Dzat Tuhan
bersifat Qadim.
Karena manusia mempunyai dua unsur, jasmani dan
rohani, maka di dalam beragama khususnya ber-Islam, kedua unsur ini
harus disentuh, harus diajarkan agar manusia ber-Islam secara jasmani
dan rohani. Untuk mengislamkan rohani kita tidak akan pernah kekurangan
Guru, begitu banyak di dunia ini Guru yang mengajarkan Islam secara
jasmani.
Islam yang diajarkan kepada jasmani itu sayangnya tidak
menyentuh sama sekali kepada ruh manusia karena keduanya mempunyai
dimensi yang berbeda. Untuk bisa meng-Islam-kan ruh, diperlukan ruhani
yang dimensi lebih tinggi yaitu ruhani para Rasul dan Para Wali yang
telah mencapai tahap kamil mukamil (suci lagi bisa mensucikan).
Untuk bisa meng-Islam-kan ruh dari manusia diperlukan sebuah metodologi
atau cara atau dalam bahasa Arab disebut Tareqatullah. Dengan
Tareqatullah atau popular dengan tarekat inilah ruh manusia bisa
dicucikan, diajarkan cara menyebut nama Tuhan sehingga ruh menjadi
Islam. Kalau ruh manusia tidak diajarkan cara menyebut nama Tuhan, maka
selamanya ruh akan merana sejak di dunia sampai ke akhirat kelak.
Cara menyebut nama Tuhan, cara berkomunikasi dengan Tuhan harus
dipelajari dan pengajarannya harus diselesaikan sebelum ajal menjemput.
Di alam kubur dan alam setelahnya tidak ada lagi pelajaran itu. Kalau
semasa hidup di duni tidak bisa berkomunikasi dengan Tuhan maka sampai
di alam kubur dan alam selanjutnya tidak akan bisa berkomunikasi dengan
Tuhan.
Kenapa hampir kebanyakan orang yang mengaku paham dengan
agama ketika sampai kepada pembasahan tentang “Dzat Tuhan”, “Memadang
wajah Tuhan” dan “Berbicara dengan Tuhan” mereka mundur secara teratur
bahkan hal-hal seperti ini dianggap tabu, dengan dalih “Jangan kau
pikirkan Dzat-Ku” akhirnya hal yang paling pokok ini terlupakan atau
sengaja tidak dibahas. Jawabannya karena mereka hanya berbicara tentang
agama secara Jasmani tanpa menyentuh ruhani sama sekali.
0 komentar:
Posting Komentar