542 - Mengapa Rasulullah SAW Memiliki Syafaat Besar, dan Bukan Para Nabi Lainnya ?
"ANA SAYYIDU WALADI ADAM WALA FAKHRO "
aku adalah sayid junjungan/pemimpin anak cucu Adam (umat manusia) dan itu bukan kesombongan tapi hakekat sebenarnya.
Ini
adalah sebuah pernyataan yang menunjukkan kepemimpinannya kepada semua
manusia sebagai bentuk kenikmatan Allah dan kemuliaan yang
diberikan-Nya kepadanya, bukan bentuk kesombongan. Allah SWT berfirman :
{وأمَّا بنعمةِ ربك فحدِّث} بشكرها وإشاعتها وإظهار آثارها ، يرد ما أفاضه الله تعالى عليه من فنون النعم ، التي من جملتها المعدودة والموعودة ، والنبوة التي آتاه الله تأتي على جميع النِعم ، ويَدخل في النِعم تعلُّم العلم والقرآن ، وفي الحديث عنه صلى الله عليه وسلم : " التحدُّث بالنِعَم شكر " ولذلك كان بعض السلف يقول : لقد أعطاني الله كذا ، ولقد صلَّيتُ البارحة كذا ، وهذا إنما يجوز إذا ذكره على وجه الشكر ، أو ليُقتدى به ، فأمّا على وجه الفخر والرياء فلا يجوز. هـ.
(“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya” QS. 93:11).Dengan mensyukurinya, mensiarkannya dan menampakkan hasilnya dengan menjalankan nikmat-nikmat yang telah dianugerahkan Allah padanya, dan tergolong dalam nikmat Allah adalah belajar ilmu dan al-Quran... ...
Dalam sebuah hadits, Nabi SAW bersabda "Menyebut-menyebut nikmat adalah syukur", oleh karenanya sebagian ulama Salaf berkata :
"Allah memberiku begini, kemarin aku telah menjalankan shalat sekian"
Yang demikian diperbolehkan bila bertujuan untuk bersyukur atau agar
dapat dianut oleh orang lain sedang bila bertujuan riya', sombong dan
pamer maka tidak boleh.
Al-Bahr al-Madiid VIII/489
Al-Bahr al-Madiid VIII/489
{وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ} أنه يجوز للإنسان أن يفتخر بطاعاته ومحاسن أخلاقه إذا كان يظن أن غيره يقتدي به، فثبت أن مطلق التكاثر ليس بمذموم، بل التكاثر في العلم والطاعة والأخلاق الحميدة، هو المحمود، وهو أصل الخيرات
(“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya” QS. 93:11).Sesungguhnya diperbolehkan bagi seseorang menyebut-nyebut kataatannya, kebaikan-kebaikan perilakunya bila ia menduga bahwa orang lain akan meneladaninya, dengan demikian tidak setiap bermegah-megahan itu tercela, bermegah-megahan dibidang ilmu, ketaatan dan perilaku-perilaku yang baik sangat terpuji karena ia adalah sumber dari segala kebaikan...
Tafsiir Fakhr ar-Rozi 32/227
Dalam Tafsiir al-Maraghi lebih diperjelas bahwa menyebut nikmat duniawi dengan memberikannya pada orang lain,...
(وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ) أي أوسع فى البذل على الفقراء بمالك ، وأفض من نعمه الأخرى على طالبيها ، وليس المراد مجرد ذكر الثروة والإفاضة فى حديثها ، فإن ذلك ليس من كرم الأخلاق فى شىء.
(“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya” QS. 93:11)Artinya perbanyak memberi pada orang fakir dengan hartamu, limpahkan nikmat-nikmat ukhrawi pada penuntutnya, bukan yang dimaksud hanya sekedar menyebut-nyebut kekayaan dan anugerah dalam pembicaraannya karena yang demikian bukanlah tergolong suatu akhlak yang mulia.
Tafsiir al-Maraaghi 30/187
{وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ} والكتمان كفران النعمة ، وقد ذم الله عز وجل من كتم ما آتاه الله عز وجل وقرنه بالبخل فقال تعالى: {ٱلَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلْبُخْلِ وَيَكْتُمُونَ مَآ ءَاتَـﯩـٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦۗ} وقال صلى الله عليه وسلم: «إِذَا أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَى عَبْدٍ نِعْمَةً أَحَبَّ أَنْ تُرَى نِعْمَتُهُ عَلَيْهِ»، وأعطى رجل بعض الصالحين شيئاً في السر فرفع به يده وقال: هذا من الدنيا والعلانية فيها أفضل والسر في أمور الآخرة أفضل. ولذلك قال بعضهم: إذا أعطيت في الملأ فخذ ثم اردد في السر والشكر فيه محثوث عليه. قال صلى الله عليه وسلم: «مَنْ لَمْ يَشْكُرِ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرِ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ»
(“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya” QS. 93:11)Menyembunyikan artinya menkufuri nikmat, Allah sangat mencela orang yang menyembunyikan apa yang telah Allah berikan dan menghubungkannya dengan kata kikir, Allah berfirman :
“(yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka.” *QS. 4:37)
Nabi SAW bersabda :“Saat Allah memberi nikmat pada seorang hamba, Dia lebih suka bila nikmat tersebut dilihat dariNya”.Sebagian Ulama Shalih diberikan sesuatu oleh orang dia mengangkat
tangannya seraya berkata “Yang ini bagian dari duniawi maka
menampakkannya lebih utama, sedang menyembunyikan urusan-urusan akhirat
lebih utama”.Karenya sebagian Ulama berkata “Bila engkau
diberikan sesuatu dalam sebuah perkumpulan maka ambilah kemudian
kembalikanlah saat dalam kondisi sendirian, dan mensyukurinya sangat
dianjurkan”.
Nabi SAW bersabda “barangsiapa yang tidak pandai
bersyukur (berterima kasih) pada orang-orang, ia pun tidak akan dapat
bersyukur pada Allah ‘Azza Wa Jalla”.
Ihyaa’ ‘Uluum ad-Diin I/206
Ihyaa’ ‘Uluum ad-Diin I/206
Dengan mensyukurinya, mensiarkannya, menampakkan hasilnya serta mengaplikasikannya dalam amaliyah yang nyata.
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّ ثْ
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur). (QS. Ad-Duha: 11)
Oleh karena itu, Rasulullah SAW bersabda :
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ وَلاَ فَخْرَ, وَأَنَا أَوَّلُ مَنْ تُنْشَقُّ
عَنْهُ الأَرْضُ, وَأَنَا أَوَّلُ شَافِعٍ وَأَوَّلُ مُشَفَّعٍ, وَبِيَدِي
لِوَاءُ الْحَمْدِ تَحْتَهُ آدَمُ فَمَنْ دُوْنَهُ (روَاه التِرْمِذي
وَابنُ مَاجَه عن أبي سَعِيد الخُذْرِي وَالحَاكِم عن جابِر بِإٍسْنَادِ
حسَنٍ).
“Aku adalah Sayyid pemimpin dari anak cucu Adam dan tidak membanggakan diri (tanpa ada kesombongan), dan Aku adalah orang yang pertama memberikan syafa’at dan orang pertama yang diterima syafa’atnya. Di tangan-Kulah “BENDERA PUJI” dan dibawah bendera itu bernaung Nabi Adam kemudian orang-orang lainnya” (Anak Cucu Adam). (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu Sa’id al-Khudri, dan riwayat al-Hakim dari Jabir dengan sanad yang shoheh).
يَشْفَعُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَلاَثَةٌ: الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْعُلَمَاءُ ثُمَّ الشُّهَدَاءُ (رَوَاهُ ابنُ مَاجَه عنْ عُثْمَان).
“Yang dapat memberi syafa’at besok pada Yaumul Qiyamah ada tiga : yaitu para Anbiya’ kemudian para Ulama’, kemudian para Syuhada’ ”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Usman Ra.).
حَيَاتِي خَيْرٌ
لَكُمْ وَمَمَاتِي خَيْرٌ لَكُمْ. وَأَمَّا حَيَاتِي فَأَسُنُّ لَكُمُ
السُّنَنَ, وَأَشْرَعُ لَكُمُ الشَّرَائِعَ. وَأَمَّا مَمَاتِي فَإِنَّ
أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَيَّ, فَمَا رَأَيْتُ مِنْهَا حَسَنَاتٍ
حَمِدْتُ اللهَ عَلَيْهِ وَمَارَأَيْتُ سَيِّئَاتٍ إِسْتَغْفَرْتُ اللهَ
لَكُمْ (رَواهُ البزَّار عن ابنِ مَسْعُودٍ بِإسْنَادٍ صَحِيْح).
“Hidup-Ku adalah kebaikan bagi kamu sekalian dan kematian-Ku pun kebaikan bagi kamu sekalian. Adapun hidup-Ku maka-AKU memberikan tuntunan berbagai sunnah kepada kamu sekalian dan mengajarkan berbagai macam syari’at kepada kamu sekalian. Sedangkan kematian-Ku (yang juga kebaikan bagi kamu sekalian), oleh karena sesungguhnya amal-amal kamu sekalian diperlihatkan kepada-Ku. Maka apa saja yang aku lihat dari padanya kebaikan, Aku memuji kepada Alloh atas kebaikan itu, dan apa yang Aku melihatnya keburukan, maka Aku memohonkan ampunan kepada Alloh bagi kamu sekalian” (Diriwayatkan oleh Bazzar dari Abdullah bin Mas’ud dengan sanad yang shoheh).
Nabi Muhammad SAW adalah pemimpin
semua manusia di dunia dan akhirat. Di akhirat, semua manusia mengakui
kepemimpin dan keutamaannya, baik manusia yang beriman maupun durhaka,
manusia yang bahagia maupun celaka. Sementara itu, di dunia, tidak semua
manusia mengakui kepemimpinannya kecuali manusia yang beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya.
Pemimpin kaum adalah orang yang paling mulia
dan murah hati di antara mereka, yang memerhatikan perkara mereka,
serta berusaha memberikan kebaikan urusan mereka. Pemimpin kaum adalah
orang yang dituju dalam kesedihan dan berbagai bencana serta diharap
kebaikannya dalam keadaan-keadaan sulit dan sempit.
Oleh karena
itu, Rasulullah SAW menyatakan posisi kepemimpinannya agar mereka datang
kepadanya dalam keadaan-keadaan yang paling menyulitkan,yaitu saat
peristiwa bangkitnya kiamat dan prahara-praharanya. Beliau menjelaskan
bahwa tidak ada yang dapat menyelamatkan manusia dari bencana dan
kesulitan saat itu kecuali pemimpin mereka. Ketika itu manusia melihat
kepemimpinan Rasulullah SAW dan mengakuinya.
Imam Nawawi
mengatakan dalam Syariah Shahih Muslim, “Allah memberikan ilham kepada
manusia untuk meminta syafaat kepada Adam dan Rasul sesudahnya pada saat
dimulainya hisab dan tidak memberikan ilham kepada mereka untuk meminta
syafaat kepada Nabi SAW untuk pertama kalinya. Hal ini adalah untuk
memperlihatkankeutamaan Nabi SAW. Ada kemungkinan Rasul lainnya mampu
memberikan syafaat ini sebelum mereka meminta syafaat kepada Nabi
Muhammad SAW. Apabila mereka memintanya dari Rasul-rasul lain selain
Nabi Muhammad SAW dan para rasul ini tidak mampu memberikan apa yang
mereka minta, lalu mereka meminta syafaat dari Nabi Muhammad SAW, dan
beliau sanggup memberikan syafaat ini maka ini menunjukkan puncak
pangkat, kesempurnaan kedekatan, dan kebesaran pemberian petunjuk dan
ketenangan.”
Imam An-Nawawi mengatakan, “Hadis ini juga
menunjukkan keutamaan Nabi SAW di atas semua makhluk dari para rasul,
anak Adam, dan malaikat. Sesungguhnya tidak ada yang mampu memberikan
perkara besar ini – syafaat al-uzhma(agung) –selain beliau. Wallahu
a’lam.”
Tidak seorang pun dari para rasul yang dapat memberikan
syafaat besar karena saat itu dipenuhi dengan murka Allah SWT. Oleh
karena itu, setiap rasul mengatakan, “Sesunggguhnya Tuhan pada hari ini
murka dengan murka yang belum pernah seperti itu sebelumnya dan tidak
akan pernah seperti itu setelahnya.” Maka tidak dapat mensyafaati
kecuali kekasih Allah yang paling terkasihi dan paling dekat dengan-Nya,
yaitu Nabi Muhammad SAW.
Agar seseorang tidak terjatuh dalam
keraguan mengenai apakah para nabi salah atau berdosa padahal mereka
adalah maksum, hal tersebut perlu dijelaskan di sini.
Para ulama
terdahulu telah memberikan jawaban atas apa yang dinisbatkan kepada para
nabi berupa perbuatan dosa, setelah Al-Qur’an dan sunah menunjukkan
dengan jelas kemaksuman mereka dari penyelewengan dan perbuatan haram.
Setiap ulama terdahulu telah memberikan jawaban yang di dalamnya
terdapat penjelasan kesucian para nabi, kesempurnaa, kemuliaan, dan
kebebasan mereka dari perbuatan-perbuatan keji dan buruk.
Jika
bukan karena khawatir memperpanjang lebar , kami akan menyebutkan disini
pendapat-pendapat mengenai hal itu dengan terperinci. Akan tetapi,
disini kita menyebutkan satu pendapat yang masyhur di kalanan para ulama
yang disebutkan dalam kitab-kitab ulama salaf dan dijelaskan dalam
kitab-kitab ulama khalaf.
Dosa-dosa yang dinisbatkan kepada para
nabi yang tersebut di dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi SAW
sama sekali bukan seperti dosa-dosa yang dilakukan oleh selain mereka.
Akan tetapi, ini adalah bagian bab kaidah yang ditetapkan dalam masyhur
di kalangan semua lapisan ulama baik salaf maupun khalaf.
Kaidah
ini berbunyi, “Kebaikan bagi al-abrar adalah keburukan bagi
al-muqarrabun, mubah bagi orang awam adalah keburukan bagi orang
al-abrar.”
Dosa yang dinisbatkan kepada para nabi dalam suatu
ayat atau hadis adalah dosa jika dikaitkan dengan posisi mereka yang
tinggi dan khusus, walaupun bukan dosa jika dikaitkan dengan selain
mereka, bahkan dianggap kebaikan. Wallahu a’lam.
Akhir do’a kami adalah segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. AMIIN !.
AL FAATIHAH - MUJAHADAH !
YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
BalasHapusBacalah selalu baik lisan maupun dalam hati kalimat nida'
"Yaa sayyidii yaa Rosulalloh".
Berfaedah sangat besar dan luar biasa untuk keperluan apa saja terutama untuk membersihkan hati dan ma'rifat Billah wa Rosulihihi SAW.
Boleh diamalkan oleh siapa saja tanpa pandang bulu dan golongan, baik tua, muda, dari suku bangsa manapun dan agama apapun.
Sebarkan kepada seluruh kerabat, teman, tetangga, sahabat dan semua orang yang kita temui.
Terima kasih dan Jazaa kumulloohu khoirooti wa sa'aadaatid dun-ya wal aakhirfoh Amiin !.
👍🏻👍🏻👍🏻
BalasHapus