267 -TULUS IKHLAS BERGURU KEPADA MURSYID YANG KAMIL MUKAMMIL, PIMPINAN WALI ALLAH AL-GHOUTS HADZAZ ZAMAN RA
YAA SAYYIDII YAA AYYUHAL GHOUTS !
Catatan Kecil : 267 - KISAH DAN PETUAH
Catatan Kecil : 267 - KISAH DAN PETUAH
TULUS IKHLAS BERGURU KEPADA MURSYID YANG KAMIL MUKAMMIL, PIMPINAN WALI ALLAH AL-GHOUTS HADZAZ ZAMAN RA
Kata ikhlas seringkali kita dengar dalam keseharian, sebuah kata yang
mudah diucapkan akan tetapi dalam pelaksanaannya tidak semudah
pengucapannya. Saya jadi teringat film “Kiamat Sudah Dekat” yang
dibintangi oleh Dedi Mizwar. Bagian yang menarik dari film itu adalah
disaat Pak Haji (Dedi Mizwar) membuat sebuah sayembara barangsiapa bisa
Ikhlas maka dia berhak untuk menikah dengan anaknya.
Di akhir cerita, Fandi memenangkan sayembara yang dibuat Pak Haji, dia menemukan hakikat Ikhlas dan itu didapat bukan dari membaca buku akan tetapi dari pengalaman, dia menyadari bahwa dirinya tidak cocok untuk anak Pak Haji yang baik, cantik dan alim, dia menyadari dirinya bukan siapa-siapa dibandingkan dengan saingannya yang kuliah di Mesir yang alim dan religius, dia menyadari kekeliruannya selama ini yang jauh dari Tuhan, disaat kesadaran itu timbul maka dia ikhlas sang pujaan hati dipersunting oleh orang lain demi kebahagiaannya, justru disaat itulah dia menemukan hakikat Ikhlas, dan Pak Haji menikahkah dia dengan anaknya.
Di dunia ini tidak ada alat pengukur yang bisa menunjukkan kadar keikhlasan seseorang, hanya Tuhan dan diri pribadi kita yang mengetahui apakah kita ikhlas atau tidak.
Dikalangan Tasawuf, ikhlas termasuk salah satu bagian dari maqam, tingkat yang harus dilalui seorang sufi agar bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ikhlas merupakan kunci untuk dapat diterimanya amal seseorang. Dalam Surat Al-Ikhlas tidak ada satupun kata-kata ikhlas didalamnya, kenapa? Kerena pada hakikatnya manusia tidak ada yang ikhlas, hanya Tuhan yang memiliki sifat ikhlas dan andai manusia itu memiliki rasa ikhlas maka itu tidak lain kerena Allah SWT memberikan rasa Ikhlas itu kedalam hatinya. Maka Allah berfirman :
Ketika pertama sekali kita bertemu dengan Guru Mursyid Al-Ghouts atau dengan salah seorang khalifah yang diizinkan untuk mengajarkan dzikir/mujahadah, pertanyaan yang pertama diajukan kepada kita dan mesti dijawab adalah, “Apakah anda belajar tarikat ini karena Allah?” dan sudah pasti kita menjawabnya “Ya, karena Allah”, sebab kalau kita menjawab bukan karena Allah maka secara otomatis kita tidak diterima menjadi murid.
Pada awalnya saya tidak begitu menghayati makna yang terkandung dalam pertanyaan itu, yang saya ketahui kalau kita melakukan sesuatu memang harus karena Allah, berniat selain karena Allah akan mengurangi bahkan membatalkan amal ibadah kita. Kemudian baru saya disadarkan akan makna sebenarnya yang terkandung dalam pertanyaan tersebut. Ternyata itu memang merupakan kunci agar kita bisa selamat dalam menempuh jalan menuju wushul kepada Allah SWT.
Disitulah berawal kita belajar ikhlas, belajar dengan tulus menerima apa yang diajarkan oleh Guru Mursyid Al-Ghouts kita dan salah satu syarat ilmu yang kita pelajari itu berhasil adalah antara yang mengajarkan dengan yang menerima pengajaran harus sama-sama ikhlas karena Allah (LILLAH BILLAH).
Disitulah kita berawal menjadi murid yang kemudian dibimbing dengan ikhlas oleh sang Guru Rohani, setahap demi setahap sampai wushul kehadirat Allah SWT. Diterima menjadi murid seorang Pimpinan Wali Allah itu memang sulit, sebagaimana digambarkan oleh Imam al-Ghazali Al- Ghouts Fii Zamanihi Ra bahwa menemukan seorang Wali Mursyid yang kamil mukammil itu lebih mudah menemukan sebatang jarum yang di sembunyikan di padang pasir yang gelap gulita. Namun yang jauh lebih sulit adalah bertahan dan tetap teguh dalam menjalankan semua prinsip-prinsip/pokok-pokok ajaran tarikat itu.
Banyak yang tidak berhasil dan terlempar dalam berguru rohani disebabkan oleh kurangnya rasa ikhlas, kurangnya adab bertata krama serta tidak bersunguh-sungguh dalam menjalankan apa yang diamanahkan oleh sang guru rohani kepada kita para pengamal tarikat.
Kenapa tidak semua orang yang belajar Tarikat itu bisa bertahap dan istiqamah ? Apa yang menyebabkan kegagalan dalam menempuh jalan spiritual ? disini saya membagi orang-orang yang tidak berhasil dalam mempelajari tarikat itu dalam 4 kategori beserta penyebabnya.
01. Kurang Pengetahuan Tentang Tarikat;
Faktor pertama yang menyebabkan orang mundur dalam mengamalkan Tarikat /Hakikat adalah karena ada beberapa hal pokok dalam tarikat yang tidak dijumpai secara umum dalam ilmu syariat.
Misalnya masalah Mursyid Al-Ghouts, Wasilah, Rabithah, memuliakan Guru Rohani, kemudian murid ini tidak mau membuka diri, menganalisa ilmu tarikat berdasarkan ilmu syariat yang dia pelajari kemudian diperparah lagi bertanya kepada orang yang tidak mengerti tentang ilmu tarikat atau bertanya kepada orang yang membenci tarikat seperti kaum wahabi, salafi dan sejenisnya. Sama dengan orang yang memperbaiki jam tangan yang rusak kepada bengkel sepeda, sudah pasti jam tanga nya akan semakin rusak bahkan menjadi hancur. Sebenarnya persoalan tadi (mursyid al-Ghouts, wasilah dll) bukan tidak dijumpai dalam syariat akan tetapi pengetahuannya tentang syariat masih kurang, sebab apabila seseorang mempelajari syariat secara sempurna, misalnya lewat pasantren (ahlul sunnah) maka hal-hal yang diajarkan dalam Tarikat/Hakikat tidak aneh bahkan sejalan dengan apa yang dipelajarinya.
Hampir semua orang yang berlantar belakang pasantren yang saya ajak menekuni tarikat tidak mempermasalahkan tentang Mursyid yang kamil mukammil dan hal-hal ajaran pokok dalam tarikat. Biasanya orang yang belajar agama dari sekedar membaca buku justru mengalami kebimbangan dan keraguan ketika mulai belajar Tarikat'Hakikat. Disaat kita ragu (was was) sebenarnya pada saat itu dalam diri kita sedang terjadi peperangan antara yang Haq dengan yang Bathil. Menjauhkan diri dari Mursyid Al-Ghouts membuka kesempatan kepada syetan untuk kembali menguasai dan menjajah kita. Dalam tahap ini sebaiknya anda sering-sering bertawajuh dan mengamalkan dzikir/mujahadah untuk menghilangkan was-was.
02. Niat yang salah;
Ada sebagian orang masuk tarikat dengan tujuan ingin menjadi kaya, ingin kebal atau memiliki kekuatan gaib. Biasanya orang-orang yang mempunyai niat seperti ini tidak akan bisa bertahan lama, karena akan banyak sekali ujian yang mereka dapat selama mereka menekui tarikat. Semakin banyak keinginan dalam hatinya maka akan semakin besar rasa kecewa yang didapatkannya. Semakin banyak keinginan dalam hati akan menciptakan jurang pemisah antara dirinya dengan Mursyid dan jurang itu semakin lama semakin lebar hingga akhirnya dia benar-benar jauh dari Mursyid Al-Ghouts. Membawa kain putih kehadapan guru mursyid al- Ghouts bukan hanya sebagai syarat semata, akan tetapi merupakan symbol untuk menyadarkan kita bahwa menemui seorang Guru Mursyid Al=Ghouts itu harus dengan niat yang tulus tanpa ada niat terselubung, harus bersih seperti kain putih dan juga harus pasrah laksana seorang yang akan menghadapi mati.
03. Pernah menuntut ilmu Kiri/kebathinan/hitam;
Beguru kepada Mursyid al- Ghouts adalah bagian dari proses bertaubat, insaf dan menyadarkan diri untuk tidak melakukan lagi kesalahan-kesalahan, kemaksiatan-kemaksiatan, noda dan dosa-dosa. Orang-orang yang pernah menuntut ilmu kiri (menyembah jin/setan) harus meninggalkan kebiasaan buruk itu, meninggalkan segala amalan yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadist dan menggantikan dengan DZikrullah/Mujahadah-mujahadah.
Dalam proses ini lah terjadi tarik menarik antara jin setan yang pernah dipujanya dulu dengan dzikir yang haq. Apabila dia tidak sanggup bertahan maka akan kembali lagi seperti semula, diper-alat oleh jin setan (Linnafsi Binnafsi). Namun banyak juga orang yang pernah menuntut ilmu kiri ini justru lebih cepat berhasil dalam ber Guru kepada Mursyid Al-Ghouts, dia menyadari kesalahan-kesalahannya, taubatnya benar-benar dilakukan dengan ikhlas, sungguh-sungguh dari lubuk hati paling dalam dan dia selalu bisa menjaga Adabnya dihadapan guru. Biasanya orang seperti ini sangat tinggi Adapnya baik kepada Guru Rohaninya maupun kepada saudara-saudaranya yang lain.
04. Berprasangka Buruk (SU'UDHON);
Setiap orang beriman itu harus melalui berbagai macam ujian dan cobaan. Jangan katakan anda sudah beriman sebelum mengalami berbagai macam cobaan. Disinilah kadangkala letak kekeliruan sebagian pengamal tarikat. Ketika Allah memberikan cobaan baik itu berupa cobaan dalam bentuk harta maupun dalam bentuk musibah, kemudian dia menghubungan musibah tersebut dengan amalan tarikat dan dia menganggap tarikat itu sebagai pembawa sial. Banyak sekali orang yang gugur karena berprasangka buruk terhadap tarikat dan salah mengambil kesimpulan.
Saya jadi ingat dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 155,
“Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar”.
Berdasarkan uraian diatas maka jalan yang paling aman bagi kita untuk terus bisa istiqamah dijalan-Nya tidak lain dengan memperbaiki kembali niat kita. Kalau anda hendak terbang kelangit, cara yang paling mudah agar bisa terbang adalah dengan membawa sedikit beban bahkan dengan tidak mempunyai beban sama sekali. Semakin banyak beban yang anda bawa semakin sulit anda terbang. Buanglah semua beban yang selama ini membebani pikiran anda, datanglah kepada guru dalam keadaan kosong, maka guru akan mengisinya.
Mari kita dengan sunguh-sunguh dan dengan Ikhlas menerima semua apa yang diajarkan oleh Guru Rohani kita, karena sesungguhnya Beliau sangat ikhlas menumpahkan ilmunya, tanpa pamrih, tanpa melihat latar belakang kita, siapapun kita tanpa pandang bulu dan golongan semuanya diperlakukan sama.
Dengan demikian kita juga harus selalu berprangsaka baik kepada Beliau Guru Mursyid Al-Ghouts agar kita selalu mendapat rahmat dan karunia dari Allah SWT, mendapat syafaat dan tarbiyyah yang istimewa dari beliau Rosululloh SAW, dan emperoleh barokah, karomah dan nadhroh beliau Ghoutsu Hadzaz zaman Ra.
Tulisan ini hendaknya sedikit dapat menjadi pelajaran dan menginspirasi bagi kita semua terutama sekali bagi saya sendiri, mari kita perbaharui kembali niat tulus ikhlas (Lillah Billah, Lirrosul Birrosul dst...) yang mungkin telah terkontaminasi oleh keinginan dan hawa nafsu kita (Linnafsi Binnafsi).
Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita dijalan-Nya, dengan taufiq dan hidayah-Nya. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
AL - FAATIHAH ..... (MUJAHADAH !).
يَاشَافِعَ الْخَلْقِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ * عَلَيْكَ نُوْرَ الْخَلْقِ هَادِيَ الأَنَامِ
وَأَصْـلَهُ وَرُوْحَهُ أَدْرِكْنِي * فَقَدْ ظَلَمْتُ أَبَدًا وَرَبِّـنِي 3
وَلَيْسَ لِي يَا سَـيِّدِي سِوَاكَ * فَإِنْ تَرُدَّ كُنْتُ شَخْصًا هَالِكًا
“YAA SYAAFI’AL KHOLQIS SHOLAATU WAS SALAAM, ‘ALAIKA NUUROL KHOLQI HAADIYAL ANAAM. WA ASHLAHUU WA RUUHAHUU ADRIKNII FAQOD DHOLAMTU ABADAW WAROBBINII. WA LAISA LII YAA SAYYIDII SIWAAKA, FA IN TARUDDA KUNTU SYAKH-SHON HAALIKA”. (3 kali).
يَا سَــيِّدِي يَارَسُولَ اللهِ
“YAA SAYYIDII, YAA ROSUULALLOOH !” (7 kali).
Terjemah :
“Duhai Kanjeng Nabi Pemberi syafa’at makhluq, kepangkuan-Mu sholawat dan salam kusanjungkan, Duhai Nur Cahaya makhluq Pembimbing manusia; Duhai Unsur dan Jiwa makhluq, bimbing, bimbing dan didiklah diriku, sungguh aku manusia yang dholim selalu”.
“Tiada arti diriku tanpa Engkau duhai Yaa Sayyidii. Jika Engkau hindari aku, akibat keterlaluan dan berlarut-larutku, pastilah, pasti aku akan hancur binasa !”.
“Duhai Pemimpin kami, duhai Utusan Alloh !”
يَأَيُّهَا الْغَـوْثُ سَـلاَمُ اللهِ * عَلَيْكَ رَبِّـنَي بِإِذْنِ اللهِ
وَانْظُرْ إِلَيَّ سَيِّدِي بِنَظْـرَةٍ * مُوْصِلَةٍ لِلْحَـضْرَةِ الْعَلِيّةِ 3
“YAA AYYUHAL GHOUTSU SALAAMULLOHI, ‘ALAIKA ROBBINII BI IDZNILLAAHI, WANDHUR ILAYYA SAYYIDII BINNADHROH MUUSHILATIL LILHADHROTIL ‘ALIYYAH”. (3 kali).
Terjemah :
“Duhai Ghoutsuz Zaman, kepangkuan-Mu salam Alloh kuhaturkan, bimbing dan didiklah diriku dengan idzin Alloh. Dan arahkan pancaran sinar nadhroh-Mu kepadaku Yaa Sayyidii, radiasi batin yang mewushulkan aku, sadar kehadirat Maha Luhur Tuhanku”.
. يَا سَــيِّدِي...يَأَيُّهَا الْغَـوْثُ.
YAA SAYYIDII YAA AYYUHAL GHOUTS ...7 X !
AL-FAATIHAH !
Di akhir cerita, Fandi memenangkan sayembara yang dibuat Pak Haji, dia menemukan hakikat Ikhlas dan itu didapat bukan dari membaca buku akan tetapi dari pengalaman, dia menyadari bahwa dirinya tidak cocok untuk anak Pak Haji yang baik, cantik dan alim, dia menyadari dirinya bukan siapa-siapa dibandingkan dengan saingannya yang kuliah di Mesir yang alim dan religius, dia menyadari kekeliruannya selama ini yang jauh dari Tuhan, disaat kesadaran itu timbul maka dia ikhlas sang pujaan hati dipersunting oleh orang lain demi kebahagiaannya, justru disaat itulah dia menemukan hakikat Ikhlas, dan Pak Haji menikahkah dia dengan anaknya.
Di dunia ini tidak ada alat pengukur yang bisa menunjukkan kadar keikhlasan seseorang, hanya Tuhan dan diri pribadi kita yang mengetahui apakah kita ikhlas atau tidak.
Dikalangan Tasawuf, ikhlas termasuk salah satu bagian dari maqam, tingkat yang harus dilalui seorang sufi agar bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ikhlas merupakan kunci untuk dapat diterimanya amal seseorang. Dalam Surat Al-Ikhlas tidak ada satupun kata-kata ikhlas didalamnya, kenapa? Kerena pada hakikatnya manusia tidak ada yang ikhlas, hanya Tuhan yang memiliki sifat ikhlas dan andai manusia itu memiliki rasa ikhlas maka itu tidak lain kerena Allah SWT memberikan rasa Ikhlas itu kedalam hatinya. Maka Allah berfirman :
“Keikhlasan adalah rahasia yang diambil dari rahasia-rahasia-Ku. Aku telah menempatkannya sebagai amanat di hati sanubari hamba-hamba-Ku yang Aku cinta “ (H.R. Al Qazwaini).
Ketika pertama sekali kita bertemu dengan Guru Mursyid Al-Ghouts atau dengan salah seorang khalifah yang diizinkan untuk mengajarkan dzikir/mujahadah, pertanyaan yang pertama diajukan kepada kita dan mesti dijawab adalah, “Apakah anda belajar tarikat ini karena Allah?” dan sudah pasti kita menjawabnya “Ya, karena Allah”, sebab kalau kita menjawab bukan karena Allah maka secara otomatis kita tidak diterima menjadi murid.
Pada awalnya saya tidak begitu menghayati makna yang terkandung dalam pertanyaan itu, yang saya ketahui kalau kita melakukan sesuatu memang harus karena Allah, berniat selain karena Allah akan mengurangi bahkan membatalkan amal ibadah kita. Kemudian baru saya disadarkan akan makna sebenarnya yang terkandung dalam pertanyaan tersebut. Ternyata itu memang merupakan kunci agar kita bisa selamat dalam menempuh jalan menuju wushul kepada Allah SWT.
Disitulah berawal kita belajar ikhlas, belajar dengan tulus menerima apa yang diajarkan oleh Guru Mursyid Al-Ghouts kita dan salah satu syarat ilmu yang kita pelajari itu berhasil adalah antara yang mengajarkan dengan yang menerima pengajaran harus sama-sama ikhlas karena Allah (LILLAH BILLAH).
Disitulah kita berawal menjadi murid yang kemudian dibimbing dengan ikhlas oleh sang Guru Rohani, setahap demi setahap sampai wushul kehadirat Allah SWT. Diterima menjadi murid seorang Pimpinan Wali Allah itu memang sulit, sebagaimana digambarkan oleh Imam al-Ghazali Al- Ghouts Fii Zamanihi Ra bahwa menemukan seorang Wali Mursyid yang kamil mukammil itu lebih mudah menemukan sebatang jarum yang di sembunyikan di padang pasir yang gelap gulita. Namun yang jauh lebih sulit adalah bertahan dan tetap teguh dalam menjalankan semua prinsip-prinsip/pokok-pokok ajaran tarikat itu.
Banyak yang tidak berhasil dan terlempar dalam berguru rohani disebabkan oleh kurangnya rasa ikhlas, kurangnya adab bertata krama serta tidak bersunguh-sungguh dalam menjalankan apa yang diamanahkan oleh sang guru rohani kepada kita para pengamal tarikat.
Kenapa tidak semua orang yang belajar Tarikat itu bisa bertahap dan istiqamah ? Apa yang menyebabkan kegagalan dalam menempuh jalan spiritual ? disini saya membagi orang-orang yang tidak berhasil dalam mempelajari tarikat itu dalam 4 kategori beserta penyebabnya.
01. Kurang Pengetahuan Tentang Tarikat;
Faktor pertama yang menyebabkan orang mundur dalam mengamalkan Tarikat /Hakikat adalah karena ada beberapa hal pokok dalam tarikat yang tidak dijumpai secara umum dalam ilmu syariat.
Misalnya masalah Mursyid Al-Ghouts, Wasilah, Rabithah, memuliakan Guru Rohani, kemudian murid ini tidak mau membuka diri, menganalisa ilmu tarikat berdasarkan ilmu syariat yang dia pelajari kemudian diperparah lagi bertanya kepada orang yang tidak mengerti tentang ilmu tarikat atau bertanya kepada orang yang membenci tarikat seperti kaum wahabi, salafi dan sejenisnya. Sama dengan orang yang memperbaiki jam tangan yang rusak kepada bengkel sepeda, sudah pasti jam tanga nya akan semakin rusak bahkan menjadi hancur. Sebenarnya persoalan tadi (mursyid al-Ghouts, wasilah dll) bukan tidak dijumpai dalam syariat akan tetapi pengetahuannya tentang syariat masih kurang, sebab apabila seseorang mempelajari syariat secara sempurna, misalnya lewat pasantren (ahlul sunnah) maka hal-hal yang diajarkan dalam Tarikat/Hakikat tidak aneh bahkan sejalan dengan apa yang dipelajarinya.
Hampir semua orang yang berlantar belakang pasantren yang saya ajak menekuni tarikat tidak mempermasalahkan tentang Mursyid yang kamil mukammil dan hal-hal ajaran pokok dalam tarikat. Biasanya orang yang belajar agama dari sekedar membaca buku justru mengalami kebimbangan dan keraguan ketika mulai belajar Tarikat'Hakikat. Disaat kita ragu (was was) sebenarnya pada saat itu dalam diri kita sedang terjadi peperangan antara yang Haq dengan yang Bathil. Menjauhkan diri dari Mursyid Al-Ghouts membuka kesempatan kepada syetan untuk kembali menguasai dan menjajah kita. Dalam tahap ini sebaiknya anda sering-sering bertawajuh dan mengamalkan dzikir/mujahadah untuk menghilangkan was-was.
02. Niat yang salah;
Ada sebagian orang masuk tarikat dengan tujuan ingin menjadi kaya, ingin kebal atau memiliki kekuatan gaib. Biasanya orang-orang yang mempunyai niat seperti ini tidak akan bisa bertahan lama, karena akan banyak sekali ujian yang mereka dapat selama mereka menekui tarikat. Semakin banyak keinginan dalam hatinya maka akan semakin besar rasa kecewa yang didapatkannya. Semakin banyak keinginan dalam hati akan menciptakan jurang pemisah antara dirinya dengan Mursyid dan jurang itu semakin lama semakin lebar hingga akhirnya dia benar-benar jauh dari Mursyid Al-Ghouts. Membawa kain putih kehadapan guru mursyid al- Ghouts bukan hanya sebagai syarat semata, akan tetapi merupakan symbol untuk menyadarkan kita bahwa menemui seorang Guru Mursyid Al=Ghouts itu harus dengan niat yang tulus tanpa ada niat terselubung, harus bersih seperti kain putih dan juga harus pasrah laksana seorang yang akan menghadapi mati.
03. Pernah menuntut ilmu Kiri/kebathinan/hitam;
Beguru kepada Mursyid al- Ghouts adalah bagian dari proses bertaubat, insaf dan menyadarkan diri untuk tidak melakukan lagi kesalahan-kesalahan, kemaksiatan-kemaksiatan, noda dan dosa-dosa. Orang-orang yang pernah menuntut ilmu kiri (menyembah jin/setan) harus meninggalkan kebiasaan buruk itu, meninggalkan segala amalan yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadist dan menggantikan dengan DZikrullah/Mujahadah-mujahadah.
Dalam proses ini lah terjadi tarik menarik antara jin setan yang pernah dipujanya dulu dengan dzikir yang haq. Apabila dia tidak sanggup bertahan maka akan kembali lagi seperti semula, diper-alat oleh jin setan (Linnafsi Binnafsi). Namun banyak juga orang yang pernah menuntut ilmu kiri ini justru lebih cepat berhasil dalam ber Guru kepada Mursyid Al-Ghouts, dia menyadari kesalahan-kesalahannya, taubatnya benar-benar dilakukan dengan ikhlas, sungguh-sungguh dari lubuk hati paling dalam dan dia selalu bisa menjaga Adabnya dihadapan guru. Biasanya orang seperti ini sangat tinggi Adapnya baik kepada Guru Rohaninya maupun kepada saudara-saudaranya yang lain.
04. Berprasangka Buruk (SU'UDHON);
Setiap orang beriman itu harus melalui berbagai macam ujian dan cobaan. Jangan katakan anda sudah beriman sebelum mengalami berbagai macam cobaan. Disinilah kadangkala letak kekeliruan sebagian pengamal tarikat. Ketika Allah memberikan cobaan baik itu berupa cobaan dalam bentuk harta maupun dalam bentuk musibah, kemudian dia menghubungan musibah tersebut dengan amalan tarikat dan dia menganggap tarikat itu sebagai pembawa sial. Banyak sekali orang yang gugur karena berprasangka buruk terhadap tarikat dan salah mengambil kesimpulan.
Saya jadi ingat dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 155,
“Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar”.
Berdasarkan uraian diatas maka jalan yang paling aman bagi kita untuk terus bisa istiqamah dijalan-Nya tidak lain dengan memperbaiki kembali niat kita. Kalau anda hendak terbang kelangit, cara yang paling mudah agar bisa terbang adalah dengan membawa sedikit beban bahkan dengan tidak mempunyai beban sama sekali. Semakin banyak beban yang anda bawa semakin sulit anda terbang. Buanglah semua beban yang selama ini membebani pikiran anda, datanglah kepada guru dalam keadaan kosong, maka guru akan mengisinya.
Mari kita dengan sunguh-sunguh dan dengan Ikhlas menerima semua apa yang diajarkan oleh Guru Rohani kita, karena sesungguhnya Beliau sangat ikhlas menumpahkan ilmunya, tanpa pamrih, tanpa melihat latar belakang kita, siapapun kita tanpa pandang bulu dan golongan semuanya diperlakukan sama.
Dengan demikian kita juga harus selalu berprangsaka baik kepada Beliau Guru Mursyid Al-Ghouts agar kita selalu mendapat rahmat dan karunia dari Allah SWT, mendapat syafaat dan tarbiyyah yang istimewa dari beliau Rosululloh SAW, dan emperoleh barokah, karomah dan nadhroh beliau Ghoutsu Hadzaz zaman Ra.
Tulisan ini hendaknya sedikit dapat menjadi pelajaran dan menginspirasi bagi kita semua terutama sekali bagi saya sendiri, mari kita perbaharui kembali niat tulus ikhlas (Lillah Billah, Lirrosul Birrosul dst...) yang mungkin telah terkontaminasi oleh keinginan dan hawa nafsu kita (Linnafsi Binnafsi).
Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita dijalan-Nya, dengan taufiq dan hidayah-Nya. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
AL - FAATIHAH ..... (MUJAHADAH !).
يَاشَافِعَ الْخَلْقِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ * عَلَيْكَ نُوْرَ الْخَلْقِ هَادِيَ الأَنَامِ
وَأَصْـلَهُ وَرُوْحَهُ أَدْرِكْنِي * فَقَدْ ظَلَمْتُ أَبَدًا وَرَبِّـنِي 3
وَلَيْسَ لِي يَا سَـيِّدِي سِوَاكَ * فَإِنْ تَرُدَّ كُنْتُ شَخْصًا هَالِكًا
“YAA SYAAFI’AL KHOLQIS SHOLAATU WAS SALAAM, ‘ALAIKA NUUROL KHOLQI HAADIYAL ANAAM. WA ASHLAHUU WA RUUHAHUU ADRIKNII FAQOD DHOLAMTU ABADAW WAROBBINII. WA LAISA LII YAA SAYYIDII SIWAAKA, FA IN TARUDDA KUNTU SYAKH-SHON HAALIKA”. (3 kali).
يَا سَــيِّدِي يَارَسُولَ اللهِ
“YAA SAYYIDII, YAA ROSUULALLOOH !” (7 kali).
Terjemah :
“Duhai Kanjeng Nabi Pemberi syafa’at makhluq, kepangkuan-Mu sholawat dan salam kusanjungkan, Duhai Nur Cahaya makhluq Pembimbing manusia; Duhai Unsur dan Jiwa makhluq, bimbing, bimbing dan didiklah diriku, sungguh aku manusia yang dholim selalu”.
“Tiada arti diriku tanpa Engkau duhai Yaa Sayyidii. Jika Engkau hindari aku, akibat keterlaluan dan berlarut-larutku, pastilah, pasti aku akan hancur binasa !”.
“Duhai Pemimpin kami, duhai Utusan Alloh !”
يَأَيُّهَا الْغَـوْثُ سَـلاَمُ اللهِ * عَلَيْكَ رَبِّـنَي بِإِذْنِ اللهِ
وَانْظُرْ إِلَيَّ سَيِّدِي بِنَظْـرَةٍ * مُوْصِلَةٍ لِلْحَـضْرَةِ الْعَلِيّةِ 3
“YAA AYYUHAL GHOUTSU SALAAMULLOHI, ‘ALAIKA ROBBINII BI IDZNILLAAHI, WANDHUR ILAYYA SAYYIDII BINNADHROH MUUSHILATIL LILHADHROTIL ‘ALIYYAH”. (3 kali).
Terjemah :
“Duhai Ghoutsuz Zaman, kepangkuan-Mu salam Alloh kuhaturkan, bimbing dan didiklah diriku dengan idzin Alloh. Dan arahkan pancaran sinar nadhroh-Mu kepadaku Yaa Sayyidii, radiasi batin yang mewushulkan aku, sadar kehadirat Maha Luhur Tuhanku”.
. يَا سَــيِّدِي...يَأَيُّهَا الْغَـوْثُ.
YAA SAYYIDII YAA AYYUHAL GHOUTS ...7 X !
AL-FAATIHAH !
0 komentar:
Posting Komentar