551 - Tata Cara dan Adab Pelaksanaan Ibadah Umrah
Bismillahirrohmaanirrohiim
Yaa Sayyidii Yaa Rosulalloh
Tata Cara dan Adab Pelaksanaan Ibadah Umrah
Berikut tata cara menjalankan ibadah umroh
Pertama :
Jika
seseorang akan melaksanakan umrah, dianjurkan untuk mempersiapkan diri
sebelum berihram dengan mandi sebagaimana seorang yang mandi junub,
memakai wangi-wangian yang terbaik jika ada dan memakai pakaian ihram.
Kedua :
Pakaian ihram bagi laki-laki berupa dua lembar kain ihran yang
berfungsi sebagai sarung dan penutup pundak. Adapun bagi wanita, ia
memakai pakaian yang telah disyari’atkan yang menutupi seluruh tubuhnya.
Namun tidak dibenarkan memakai cadar/ niqab (penutup wajahnya) dan
tidak dibolehkan memakai sarung tangan.
Ketiga :
Berihram dari miqat untuk dengan mengucapkan :
لَبَّيْكَ عُمْرَةً
“labbaik ‘umroh” (aku memenuhi panggilan-Mu untuk menunaikan ibadah umrah).
Keempat :
Jika khawatir tidak dapat menyelesaikan umrah karena sakit atau adanya
penghalang lain, maka dibolehkan mengucapkan persyaratan setelah
mengucapkan kalimat di atas dengan mengatakan,
اللَّهُمَّ مَحِلِّي حَيْثُ حَبَسْتَنِي
“Allahumma mahilli haitsu habastani” (Ya Allah, tempat tahallul di mana saja Engkau menahanku).
Dengan mengucapkan persyaratan ini—baik dalam umrah maupun ketika
haji–, jika seseorang terhalang untuk menyempurnakan manasiknya, maka
dia diperbolehkan bertahallalul dan tidak wajib membayar dam
(menyembelih seekor kambing).
Kelima :
Tidak ada alat
khusus untuk berihram, namun jika bertepatan dengan waktu shalat wajib,
maka shalatlah lalu berihram setelah shalat.
Keenam :
Setelah mengucapkan “talbiah umrah” (pada poin ketiga), dilanjutkan
dengan membaca dan memperbanyak talbiah berikut ini, sambil mengeraskan
suara bagi laki-laki dan lirih bagi perempuan hingga tiba di Makkah :
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَك لَبَّيْكَ ،
إنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَك وَالْمُلْكَ لَا شَرِيكَ لَك
“Labbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa syariika laka labbaik.
Innalhamda wan ni’mata, laka wal mulk, laa syariika lak”. (Aku menjawab
panggilan-Mu ya Allah, aku menjawab panggilan-Mu, aku menjawab
panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku menjawab panggilan-Mu.
Sesungguhnya segala pujian, kenikmatan dan kekuasaan hanya milik-Mu,
tiada sekutu bagi-Mu).
Ketujuh :
Jika memungkinkan, seseorang dianjurkan untuk mandi sebelum masuk kota Makkah.
Kedelapan :
Masuk Masjidil Haram dengan mendahulukan kaki kanan sambil membaca doa masuk masjid :
اللَّهُمَّ افْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ.
“Allahummaf-tahlii abwaaba rohmatik” (Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu).[1].
Kesembilan :
Menuju ke Hajar Aswad, lalu menghadapnya sambil membaca “Allahu akbar”
atau “Bismillah Allahu akbar” lalu mengusapnya dengan tangan kanan dan
menciumnya. Jika tidak memungkinkan untuk menciumnya, maka cukup dengan
mengusapnya, lalu mencium tangan yang mengusap hajar Aswad. Jika tidak
memungkinkan untuk mengusapnya, maka cukup dengan memberi isyarat
kepadanya dengan tangan, namun tidak mencium tangan yang memberi
isyarat. Ini dilakukan pada setiap putaran thawaf.
Kesepuluh :
Kemudian, memulai thawaf umrah 7 putaran, dimulai dari Hajar Aswad dan
berakhir di Hajar Aswad pula. Dan disunnahkan berlari-lari kecil pada 3
putaran pertama dan berjalan biasa pada 4 putaran terakhir.
Kesebelas :
Disunnahkan pula mengusap Rukun Yamani pada setiap putaran thawaf.
Namun tidak dianjurkan mencium rukun Yamani. Dan apabila tidak
memungkinkan untuk mengusapnya, maka tidak perlu memberi isyarat dengan
tangan.
Keduabelas :
Ketika berada di antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad, disunnahkan membaca,
رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Robbana aatina fid dunya hasanah, wa fil aakhiroti hasanah wa qina
‘adzaban naar” (Ya Rabb kami, karuniakanlah pada kami kebaikan di dunia
dan kebaikan di akhirat serta selamatkanlah kami dari siksa neraka).
(QS. Al Baqarah: 201).
Ketigabelas :
Tidak ada dzikir atau
bacaan tertentu pada waktu thawaf, selain yang disebutkan pada no. 12.
Dan seseorang yang thawaf boleh membaca Al Qur’an atau do’a dan dzikir
yang ia suka.
Keempatbelas:
Setelah thawaf, menutup kedua pundaknya, lalu menuju ke makam Ibrahim sambil membaca,
وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى
“Wattakhodzu mim maqoomi ibroohiima musholla” (Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat) (QS. Al Baqarah: 125).
Kelimabelas:
Shalat sunnah thawaf dua raka’at di belakang Maqam Ibrahim[2], pada
rakaat pertama setelah membaca surat Al Fatihah, membaca surat Al
Kaafirun dan pada raka’at kedua setelah membaca Al Fatihah, membaca
surat Al Ikhlas.[3].
Keenambelas :
Setelah shalat disunnahkan minum air zam-zam dan menyirami kepada dengannya.
Ketujuhbelas:
Kembali ke Hajar Aswad, bertakbir, lalu mengusap dan menciumnya jika
hal itu memungkinkan atau mengusapnya atau memberi isyarat kepadanya.
SA’I UMRAH
Kedelapanbelas :
Kemudian, menuju ke Bukit Shafa untuk melaksanakan sa’i umrah dan jika telah mendekati Shafa, membaca,
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ
“Innash shafaa wal marwata min sya’airillah” (Sesungguhnya Shafa dan
Marwah adalah sebagian dari syiar Allah) (QS. Al Baqarah: 158).
Lalu mengucapan,
نَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللَّهُ بِهِ
“Nabda-u bimaa bada-allah bih”.
Kesembilanbelas :
Menaiki bukit Shafa, lalu menghadap ke arah Ka’bah hingga melihatnya—jika hal itu memungkinkan—, kemudian membaca:
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ (3x)
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ
“Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar. (3x)
Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata, tidak
ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya lah segala kerajaan dan segala pujian
untuk-Nya. Dia yang menghidupkan dan yang mematikan. Dia Mahakuasa atas
segala sesuatu.
Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali
hanya Allah semata. Dialah yang telah melaksanakan janji-Nya, menolong
hamba-Nya dan mengalahkan tentara sekutu dengan sendirian.”[4]
Keduapuluh:
Bacaan ini diulang tiga kali dan berdoa di antara pengulangan-pengulangan itu dengan do’a apa saja yang dikehendaki.
Keduapuluh satu:
Lalu turun dari Shafa dan berjalan menuju ke Marwah.
Keduapuluh dua :
Disunnahkan berlari-lari kecil dengan cepat dan sungguh-sungguh di
antara dua tanda lampu hijau yang beada di Mas’a (tempat sa’i) bagi
laki-laki, lalu berjalan biasa menuju Marwah dan menaikinya.
Keduapuluhtiga :
Setibanya di Marwah, kerjakanlah apa-apa yang dikerjakan di Shafa,
yaitu menghadap kiblat, bertakbir, membaca dzikir pada no. 19 dan
berdo’a dengan do’a apa saja yang dikehendaki, perjalanan (dari Shafa ke
Marwah) dihitung satu putaran.
Keduapuluh empat :
Kemudian turunlah, lalu menuju ke Shafa dengan berjalan di tempat yang
ditentukan untuk berjalan dan berlari bagi laki-laki di tempat yang
ditentukan untuk berlari, lalu naik ke Shafa dan lakukan seperti semula,
dengan demikian terhitung dua putaran.
Keduapuluhlima :
Lakukanlah hal ini sampai tujuh kali dengan berakhir di Marwah.
Keduapuluhenam:
Ketika sa’i, tidak ada dzikir-dzikir tertentu, maka boleh berdzikir, berdo’a, atau membaca bacaan-bacaan yang dikehendaki.
Keduapuluhtujuh :
Jika membaca do’a ini:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ الأَعَزُّ الأَكْرَمُ
“Allahummaghfirli warham wa antal a’azzul akrom” (Ya Rabbku, ampuni dan
rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa dan Maha
Pemurah), tidaklah mengapa karena telah diriwayatkan dari ‘Abdullah bin
Mas’ud dan ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya mereka
membacanya ketika sa’i.
Keduapuluh delapan:
Setelah sa’i,
maka bertahallul dengan memendekkan seluruh rambut kepala atau mencukur
gundul, dan yang mencukur gundul itulah yang lebih afdhal. Adapun bagi
wanita, cukup dengan memotong rambutnya sepanjang satu ruas jari.
Keduapuluhsembilan :
Setelah memotong atau mencukur rambut, maka berakhirlah ibadah umrah
dan Anda telah dibolehkan untuk mengerjakan hal-hal yang tadinya
dilarang ketika dalam keadaan ihram.
Demikianlah ringkasan amalan
umrah yang merupakan faedah dari Buku “Petunjuk Praktis Manasik Haji
dan Umrah”, penulis Abu Abdillah, terbitan Darul Falah.
--------------------
KETERANGAN :
[1] Do’a masuk masjid dan keluar masjid sebagaimana terdapat dalam hadits Abu Sa’id:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِى
أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ. وَإِذَا خَرَجَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى
أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
“Jika salah seorang di antara kalian
memasuki masjid, maka ucapkanlah, ‘Allahummaftahlii abwaaba rohmatik’
(Ya Allah, bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu). Jika keluar dari masjid,
ucapkanlah: ‘Allahumma inni as-aluka min fadhlik’ (Ya Allah, aku memohon
pada-Mu di antara karunia-Mu).” (HR. Muslim no. 713).
[2] Yang
dimaksud Maqam Ibrahim, yaitu tempat berdiri Nabi Ibrahim ‘alaihis salam
ketika membangun Ka’bah, bukan kuburan beliau. Shalat di belakang Maqam
Ibrahim jika kondisinya memungkinkan. Adapun jika tidak memungkinkan
karena dipadati oleh orang-orang yan thawaf atau yang mengerjakan
shalat, maka boleh shalat di tempat mana pun di dalam Masjidil Haram.
[3] Dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu yang amat panjang disebutkan,
فجعل المقام بينه وبين البيت [ فصلى ركعتين : هق حم ] فكان يقرأ في
الركعتين : ( قل هو الله أحد ) و ( قل يا أيها الكافرون ) ( وفي رواية : (
قل يا أيها الكافرون ) و ( قل هو الله أحد
“Lantas Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menjadikan maqom Ibrahim antara dirinya dan Ka’bah,
lalu beliau laksanakan shalat dua raka’at. Dalam dua raka’at tersebut,
beliau membaca Qulhuwallahu ahad (surat Al Ikhlas) dan Qul yaa-ayyuhal
kaafirun (surat Al Kafirun). Dalam riwayat yang lain dikatakan, beliau
membaca Qul yaa-ayyuhal kaafirun (surat Al Kafirun) dan Qulhuwallahu
ahad (surat Al Ikhlas).” (Disebutkan oleh Syaikh Al Albani dalam
Hajjatun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal. 56)
[4] HR. Muslim no. 1218.
AL FAATIHAH - MUJAHADAH !
0 komentar:
Posting Komentar