553 Ajaran Wahidiyah
Yaa Sayyidii Yaa Rosuulalloh - Duhai Pemimpin kami Duhai Utusan Alloh !
Lihat postingan di facebook
Lihat postingan di facebook
Yang dimaksud dengan AJARAN WAHIDIYAH adalah : Bimbingan praktis
lahiriyah dan batiniyah di dalam melaksanakan Tuntunan Rosululloh SAW.
Meliputi bidang syari’at dan bidang haqiqot, mencakup peningkatan iman,
pelaksanaan Islam dan perwujudan Ihsan serta pembentukan moral/akhlaq.
Peningkatan Iman menuju Kesadaran atau Ma’rifat kepada Alloh wa Rosuulihi SAW.
Pelaksanaan Islam sebagai realisasi dari pada ketaqwaan terhadap Alloh SWT Tuhan Yang Maha Esa.
Perwujudan Ihsan sebagai manifestasi dari pada iman dan Islam yang kamil ( sempurna ).
Pelaksanaan Islam sebagai realisasi dari pada ketaqwaan terhadap Alloh SWT Tuhan Yang Maha Esa.
Perwujudan Ihsan sebagai manifestasi dari pada iman dan Islam yang kamil ( sempurna ).
Pembentukan moral/ akhlaq untuk mewujudkan akhlaqul kariimah. Bimbingan
praktis lahiriyah dan batiniyah di dalam memanfaatkan potensi lahiriyah
yang ditunjang oleh pendayagunaan potensi batiniyah/ spiritual yang
seimbang dan serasi.
Jadi bimbingan praktis tersebut meliputi
segala bentuk kegiatan hidup dalam hubungan manusia terhadap Alloh wa
Rosuulihi SAW. (hablun minalloh) dan hubungan manusia di dalam kehidupan
masyarakat sebagai insan sosial (hablun minannas) hubungan manusia
terhadap keluarga dan rumah tangga, terhadap bangsa, negara dan agama,
terhadap sesama umat manusia segala bangsa serta hubungan manusia
terhadap segala makhluq lingkungan hidup pada umumnya.
AJARAN WAHIDIYAH tersebut dirumuskan sebagai berikut :
لله - بالله
LILLAH- BILLAH
LILLAH- BILLAH
للرسول - بالرسول
LIRROSUL-BIRROSUL
للغوث - بالغوث
LILGHOUST- BILGHOUST
يؤتى كل ذى حقّ حقّه
YUKTIKULLA DZI KHAQQIN KHAQQOH
تقديم الاهم فالاهم ثمّ الانفع فالانفع
TAQDIMUL AHAM FAL AHAM TSUMMAL ANGFA' FAL ANGFA'
FUNGSI MANUSIA HIDUP DI DUNIA
Sebelum kita membahas satu persatu pengertian dan bagaimana penerapan
AJARAN WAHIDIYAH tersebut, marilah kita renungkan, kita fikirkan
terlebih dahulu apakah fungsi manusia dihidupkan oleh Alloh SWT di dunia
ini.
Kita perhatikan firman Alloh SWT :
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيْفَةً (2- البقرة :30 ).
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : “sesungguhnya AKU hendak menjadikan kholifah di muka bumi” (2 – al-Baqoroh : 30).
Yang dimaksud “Kholifah” dalam ayat ini adalah
Nabi Adam “Alaihissalaam” yang menurunkan seluruh umat manusia. Jadi
setiap manusia sebagai anak keturunan Nabi Adam “Alaihissalaam” dengan
sendirinya menjadi ahli waris Kholifah Alloh di bumi. Dan sebagai ahli
waris, secara Adami berarti setiap manusia mempuyai tugas kewajiban dan
tanggungjawab menjalankan kekholifahan.
“Kholifah Alloh” atau
“Wakil Tuhan” di bumi diberi tugas mengatur kehidupan dunia ini menjadi
kehidupan yang baik dan benar yang diridhoi Alloh SWT.
Tuhan Maha
Pencipta yang melimpahkan mandat “kholifah” kepada Nabi Adam
‘alaihis-salaam. Dan untuk membimbing umat manusia melaksanakan mandat
“kholifah” itu maka Alloh telah memilih di antara hamba-hamba-NYA
dijadikan Nabi Pemimpin umat, dan diantara nabi-nabi ada yang ditetapkan
sebagai Rosul utusan Alloh dengan dibekali kitab suci sebagai tuntunan
hidup manusia. Nabi dan utusan yang terakhir sekali adalah Junjungan
kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW dengan kitab suci al-Qur’an sebagai
pedoman dan tuntunan hidup manusia sampai akhir zaman.
Di dalam
menjalankan fungsinya sebagai kholifah Alloh di bumi, manusia tidak
bebas begitu saja tanpa arah, melainkan harus mengikuti haluan garis
besar pokok yang harus dituju oleh manusia adalah seperti yang telah
ditetapkan di dalam Al Qur’an surat no. 51 Adz - Dzaariyat ayat 56 :
وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ (51- الذاريات : 56)
“Dan tiada AKU menciptakan jin dan manusia melainkan agar supaya mereka beribadah mengabdikan diri kepada KU” (51-adz-Dzaariyat : 56).
Jadi segala perbuatan dan tingkah laku manusia dalam segala keadaan,
situasi dan kondisi yang bagaimanapun hidup di dunia ini harus diarahkan
untuk mengabdikan diri beribadah kepada Alloh SWT, harus dijadikan
sebagai pelaksanaan dari pada “LIYA’BUDUUNI”.
Jadi ibadah itu
tidak hanya terbatas pada mengucapkan syahadat, menjalankan sholat,
zakat, puasa dan haji yang menjadi rukun Islam itu saja, juga tidak
hanya terbatas pada menjalankan ibadah-ibadah sunah seperti membaca
al-Qur’an, membaca dzikir, membaca sholawat dan sebagainya. Akan tetapi
di samping itu semua, segala gerak gerik manusia, segala tingkah laku
dan perbuatannya sepanjang tidak melanggar larangan Alloh SWT, harus
dijadikan sebagai pelaksanaan ibadah kepada Alloh SWT.
Jika
hidup manusia ini tidak selalu diarahkan untuk pengabdian diri ibadah
kepada Alloh ini berarti manusia menyimpang dari haluan hidup yang telah
di gariskan Alloh SWT. dalam ayat tersebut diatas. Suatu penyelewengan
suatu penyalahgunaan mandat, suatu dosa besar yang harus ditobati.
Sahabat Ibnu Abbas Rodhiyalloohu ’anhu seorang mufassir al-Qur’an yang
terkenal pada zaman Kanjeng Nabi SAW, menafsirkan kata “Liya’buduuni”
dalam ayat tersebut yakni “Liya’rifuuni” Artinya, agar supaya mereka jin
dan manusia ma’rifat mengenal atau sadar kepada-KU (Alloh). Jadi segala
hidup dan kehidupan manusia (dan jin) menurut tafsir ini harus
sepenuhnya diarahkan atau sebagai sarana untuk ma’rifat atau mengenal
Alloh SWT. Tuhan Yang Maha Pencipta.
Setelah dari pada syarat
yang prinsip di dalam menjalankan ibadah ialah harus disertai adanya
niat didalam pelaksanaan perbuatan ibadah tadi. Disertai niat ibadah.
Jika tidak disertai niat ibadah, apapun macamnya perbuatan, perbuatan
taat sekalipun, amal perbuatan tersebut tidak dicatat sebagai ibadah.
Dan jika tidak dicatat sebagai ibadah, berupa sholat sekalipun, adalah
menjadi maksiat, merupakan dosa. Sabda Rosululloh SAW menegaskan hal
niat ini sebagai berikut :
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَانَوَى (رواه البخاري ومسلم عن عمر رضي الله عنه).
“Sesungguhnya segala amal perbuatan itu ditentukan (tergantung/dinilai) menurut niatnya; dan sesungguhnya bagi seseorang itu tergantung pada apa yang ia niatkan” (Hadits riwayat Bukhori dan Muslim dan lainnya dari Umar Ibnul Khottob Rodhiyalloohu ‘anhuma).
Niat itu letaknya di dalam hati. Kelihatannya seperti perkara sepele
akan tetapi menentukan sekali. Jika tidak kebetulan, artinya kurang
mendapatkan perhatian, bisa menghancurkan bangunan ibadah
keseluruhannya.
Bertitik tolak dari firman Alloh SWT dalam surat
adz-Dzaariyat ayat 56 dan hadits shoheh tersebut diatas, Beliau
al-Mukarrom Mbah K.H. Abdoel Madjid Ma’roef Mu’allif Sholawat Wahidiyah
memberikan bimbingan praktis di dalam pelaksanaan niat ibadah sebagai
realisasi dari pada “Liya’buduuni” tersebut, yaitu dengan melatih dan
membiasakan hati menerapkan “LILLAH”.
AL FAATIHAH - MUJAHADAH !
YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
BalasHapusBacalah selalu baik lisan maupun dalam hati kalimat nida'
"Yaa sayyidii yaa Rosulalloh".
Berfaedah sangat besar dan luar biasa untuk keperluan apa saja terutama untuk membersihkan hati dan ma'rifat Billah wa Rosulihihi SAW.
Boleh diamalkan oleh siapa saja tanpa pandang bulu dan golongan, baik tua, muda, dari suku bangsa manapun dan agama apapun.
Sebarkan kepada seluruh kerabat, teman, tetangga, sahabat dan semua orang yang kita temui.
Terima kasih dan Jazaa kumulloohu khoirooti wa sa'aadaatid dun-ya wal aakhirfoh Amiin !.
sebaiknya menulis artikel di blog tidak panjang seperti ini, dibagi dalam 4 bagian/artikel : Ajaran Wahidiyah (1), (2) dst.. Sehingga pengunjung lebih senang, dan mencari artikel sambungannya lagi.
BalasHapusTerima Kasih banyak Castello atas masukkannya
BalasHapus